KISAH KITA: TAK MUNGKIN MENGKHIANATI TUHAN SEKALI LAGI

Sore ini, bersama hujan, ingin sekali rasanya kukenang kembali cerita kita. Cerita yang menurutku terbilang manis walaupun akhirnya harus berakhir dengan perpisahan nan menyakitkan. Sebuah kisah yang tetap tidak berubah akhirnya walaupun pertukaran keyakinan telah kita lakukan. Filosofi minyak dan air mungkin bisa disematkan pada kisahku bersamamu. Dua material yang mungkin memang bisa bercampur tetapi tidak akan pernah bisa bersatu dan terlarut.
***
Jutaan detik lalu, pertemuan itu masih lekat dibenakku. Dua remaja yang dipaksa menepi pada peremperan toko oleh sang air langit. Bisu menjadi awal perkenalan kita dengan saling melempar senyum. Berdiri berdua menatap jalanan yang mulai sepi dari lalu-lalang kendaraan, tetapi tak pernah sepi dari genangan sang air langit. Lucu memang. Karena pertemuan itu berakhir dalam kesunyian –tanpa sepatah katapun.
Namun setidaknya kisah itu membuktikan kebesaran Tuhan kepadaku. Karena Dia-lah yang menciptakan rasa kasih dan sayang diantara dua manusia walaupun keduanya memiliki keyakinan yang jelas-jelas berbeda tentang-Nya. Setidaknya aku bersyukur bahwa Tuhan pernah menganugerahkan kisah manis dan indah itu diantara kita berdua. Kisah cinta yang pada akhirnya juga menimbulkan berbaliknya keyakinan dalam diri kita masing-masing.
Masih kuingat betul tanggal itu, 27 Desember 2004, dua hari setelah kau merayakan hari kebesaranmu –Natal. Hari di mana akhirnya harus diputuskan dengan berat hati untuk mengakhiri kisah asmara yang sudah dijalin dua tahun lamanya. Namun logika diri sekaligus hati tampaknya menyadarkan semuanya bahwa kisah ini tidak akan pernah bisa disatukan. Dan walaupun kita mencoba memaksakannya, pastilah akan ada pihak yang terlukai. Bukan hanya keluarga, namun juga kesucian keyakinan yang kita pegang teguh dalam diri masing-masing.

Tiga tahun setelah perpisahan itu, candu cinta tampaknya tidaklah hilang begitu saja. Kepastian akan rasa masih saja bergelora di hati berdosa ini. Banyak yang telah terjadi selama tiga tahun perpisahan kita. Dua diantaranya ialah aku dan kamu yang berhasil menyelesaikan pendidikan S2 seperti yang pernah dicita-citakan dulu. Aku menyelesaikan pendidikan S2-ku di ibukota, sedangkan kepandaianmu berhasil mengantarkanmu untuk menaklukkan salah satu universitas tertua dunia, yaitu Oxford University.
Meskipun tidak lagi berkomunikasi untuk sekedar menanyakan kabar, tetapi sebenarnya aku tidak pernah lepas untuk mengikuti cerita perjalananmu melalui media sosial internet yang memang sudah menjadi trend dunia terutama kaula muda.
Namun, satu hal yang mungkin belum kamu tahu. Aku yang sekarang sudah sangat berbeda dengan dulu, meski candu cinta dan rasa itu tetaplah sama. Sudah setahun ini aku tinggal seorang diri tanpa seorang pun keluarga. Bukan karena aku yang memisahkan diri dari mereka, tetapi merekalah yang sejatinya sudah tidak mau lagi mengharapkan keberadaanku di tengah-tengahnya.
Put, aku memutuskan untuk menjalin satu keyakinan sama denganmu. Di mana setiap pada hari ini, tanggal 25 Desember, selalu disibukkan dengan persembayangan akbar bernamakan Natal. “Merry Christmas”, begitulah tulisku di akun sosial pribadiku.
Tiga menit status itu melayang di dunia maya, tanpa disangka namamu muncul dalam daftar komentar, “Novita Putri: Merry Christmas??”. Begitulah kiranya kamu menuliskannya setelah 3 tahun ketidakhadiranmu. Aku yang sedikit terkejut namun senang tidak begitu menimpali komentar itu. Melainkan kualihkan untuk menanyakan bagaimana kabarmu setelah berhasil menyelesaikan studi Negara British itu. Setelah saling berucap selamat atas gelar S2 yang berhasil dicapai, kita pun sepakat untuk bertemu karena dirimu yang ternyata sudah kembali ke Indonesia.
Dua komentar terakhir akhirnya mengakhiri perselancaran kita di dunia maya waktu itu setelah kesepakatan untuk bertemu sudah tercapai:
            “Novita Putri: Aku punya kejutan buatmu, Ri”.
            “Ari Maulana: Aku juga, Put”.
Tak terbayang rasa bahagia di hatiku untuk bisa bertemu kembali dengan sang pujaan hati setelah sekian tahun terpaksakan berpisah karena perbedaan keyakinan.
Hari pertemuan yang kutunggu pun tiba. Rasanya kaki ini lebih bersemangat dari sebelumnya untuk melangkah menuju tempat yang telah disepakati, yaitu alun-alun kota –tempat farovit kita dulu. Belum sempat aku berdiri dihadapannya –selang beberapa meter saja– langkahku terhentikan oleh sebuah pemandangan yang benar-benar di luar dugaanku sebelumnya.
Meskipun sudah lama tak bertemu, aku rasanya masih akrab dengan wajah manis itu. Namun kali ini berbeda. Wajah itu kini terbungkus rapi oleh sebuah hijab yang berbalut rapi dengan jubah putih –terlihat sangat serasi. Ya, sosok itu adalah Novita Putri, pujaan hatiku.
Kuberanikan diri untuk melangkah maju kehadapannya hingga akhirnya dia pun menyadari kedatanganku. Belum sempat keluar satu kata pun, kutarik keluar kalung salib yang melingkar di leherku dari balik kaosku. Isyarat itu seakan menjadi percakapan pertama setelah 3 tahun tak bertemu. Sekali lagi, pertemuan kita diawali dengan kebisuan.
Sangat tak kusangka ternyata kamu juga telah merubah keyakinanmu. Keyakinan yang dulu juga pernah kupegang teguh. Namun, perubahan itu tetap tidak memberikan jalan bagi kita untuk benar-benar bersatu dalam ikatan cinta yang diimpikan. Aku dan kamu tidak akan pernah menjadi “KITA”.
***
Rasa-rasanya tak ada lagi yang bisa kuceritakan tentang pertemuan hari itu. Kupaksa untuk menarik kembali pikiranku dari perjalanan waktu menghampiri kisah itu. Kenangan kita berdua. Hanya satu hal yang dapat kusimpulkan hingga saat ini bahwasannya “Tak mungkin kita mengkhianati Tuhan sekali lagi”.


Komentar

Postingan Populer