DARIKU PENDENGAR SETIAMU
Setelah bulan kesekian.
Akhirnya kita bisa duduk bersamaan.
Berbagi meja, walau berseberang pandangan.
Mungkin malam ini jarak telah kalah.
Akan usaha yang tak kenal lelah.
Tak mengalah, tak mengenal sudah.
Berbagi cerita gundah.
Bertumpuk cerita sepertinya akan tumpah.
Dari pipimu yang keduluan basah.
Serupa tumpang tindih resah.
Serta kerumunan aneka gelisah.
Tak peduli waktu dan kantukku.
Kucerna segala resahmu, juga gelisahmu.
Dengan tabah dalam rebah di telingaku,
juga seisi kepalaku.
Untuk semua alur curhatmu.
Aku tahu masih banyak curahmu.
Di tengah sembab muka matamu.
Ketika kau narasikan semua keluhmu.
Dipandu lemah parau suaramu.
Meski sesekali kau coba sisipkan senyum kecil.
Untuk menyempitkan kalimat-kalimatmu.
Namun tetap belum bisa menyamarkan,
apalagi menyembunyikan kesedihanmu.
Di dalam maklumku dengan semua situasimu.
Akan hubunganmu yang mulai semu.
Kini kau lekat menatapku.
Mengusap pipimu, lalu tersenyum.
Untukku, pendengar setiamu kali imi.
Pada hitungan yang kesekian kali.
Ah, kau memang tahu kelemahanku.
Aku hanya tersenyum.
Karena menjadi tak mampu,
mengutarakan cerita-ceritaku.
Setelah lama tidak bertemu.
Denganmu.
Namun kurasa cukup.
Dapat bertatap dengan lebih dekat.
Secara lekat.
Karena ini ialah hajat,
yang sebenarnya pernah tersendat,
hingga malam ini akhirnya kudapat,
walau harus memaksakan sempat.
Dan senang rasanya masih melihatmu,
bersikukuh dengan Cappucino Topping-mu.
Serta celetukmu, "Masih kopi hitam?"
Hingga aku kembali tersenyum.
Sekali lagi.
Membiarkan kantukku pergi.
Yogyakarta, 14-3-2017.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
Akhirnya kita bisa duduk bersamaan.
Berbagi meja, walau berseberang pandangan.
Mungkin malam ini jarak telah kalah.
Akan usaha yang tak kenal lelah.
Tak mengalah, tak mengenal sudah.
Berbagi cerita gundah.
Bertumpuk cerita sepertinya akan tumpah.
Dari pipimu yang keduluan basah.
Serupa tumpang tindih resah.
Serta kerumunan aneka gelisah.
Tak peduli waktu dan kantukku.
Kucerna segala resahmu, juga gelisahmu.
Dengan tabah dalam rebah di telingaku,
juga seisi kepalaku.
Untuk semua alur curhatmu.
Aku tahu masih banyak curahmu.
Di tengah sembab muka matamu.
Ketika kau narasikan semua keluhmu.
Dipandu lemah parau suaramu.
Meski sesekali kau coba sisipkan senyum kecil.
Untuk menyempitkan kalimat-kalimatmu.
Namun tetap belum bisa menyamarkan,
apalagi menyembunyikan kesedihanmu.
Di dalam maklumku dengan semua situasimu.
Akan hubunganmu yang mulai semu.
Kini kau lekat menatapku.
Mengusap pipimu, lalu tersenyum.
Untukku, pendengar setiamu kali imi.
Pada hitungan yang kesekian kali.
Ah, kau memang tahu kelemahanku.
Aku hanya tersenyum.
Karena menjadi tak mampu,
mengutarakan cerita-ceritaku.
Setelah lama tidak bertemu.
Denganmu.
Namun kurasa cukup.
Dapat bertatap dengan lebih dekat.
Secara lekat.
Karena ini ialah hajat,
yang sebenarnya pernah tersendat,
hingga malam ini akhirnya kudapat,
walau harus memaksakan sempat.
Dan senang rasanya masih melihatmu,
bersikukuh dengan Cappucino Topping-mu.
Serta celetukmu, "Masih kopi hitam?"
Hingga aku kembali tersenyum.
Sekali lagi.
Membiarkan kantukku pergi.
Yogyakarta, 14-3-2017.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
Komentar
Posting Komentar