SEPOTONG MEMORI PERPISAHAN
(Inspired by A. Z.)
Kita berdua duduk saling berhadap-hadapan.
Kedua kaki saling menyilang (bersila) di atas sebuah tikar.
Dengan ujung telunjuk kiriku terus mengetuk lutut kakiku,
juga yang sebelah kiri.
Sedangkan kau,
sesekali membetulkan anak rambut yang menutupi keningmu.
Melipatnya rapi di sela telinga kananmu.
Gemetar rasanya kala sorot matamu menatapku.
Bukan karena bola matamu yang memang selalu membuatku terpesona.
Tapi sepasang mata yang memandangku itu penuh akan ragu.
Seperti melipat ratusan tumpukan sesak,
namun tiada rindu.
Sesekali bibirmu bergetar sebelum terkatup kembali.
Seolah mengurungkan kembali rangkaian kata,
yang hendak kau lontarkan.
Diam ini sungguh menyayat.
Seperti aku sedang dihakimi padahal tak salah.
Hingga tiba dua minuman favorit kita,
secara bersamaan dari atas nampan pelayan.
Kau dengan segelas cappucino toping.
Aku dengan secangkir kopi hitam.
Untuk kali pertama,
kau lepaskan seutas senyum.
Sebelum tenggelam bersama toping,
yang sengaja kau aduk kala itu.
Samar-samar kau berkata lirih.
Bahwa seseorang yang bersamamu,
dua malam sebelumnya.
Adalah alasan bahagiamu,
dan waktu yang kau sempatkan untuk menemuiku,
di malam itu.
Ah, kau memang begitu,
untuk jujur saja masih butuh ditemani segelas cappucino toping-mu.
Padahal aku,
walaupun sudah meneguh habis secangkir kopi hitam-ku,
tidak akan rela membiarkan tubuhmu berdiri,
dan kakimu melangkah pergi.
Apalagi melepasmu bersama orang lain.
Paiton, 26-12-2016.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
Kita berdua duduk saling berhadap-hadapan.
Kedua kaki saling menyilang (bersila) di atas sebuah tikar.
Dengan ujung telunjuk kiriku terus mengetuk lutut kakiku,
juga yang sebelah kiri.
Sedangkan kau,
sesekali membetulkan anak rambut yang menutupi keningmu.
Melipatnya rapi di sela telinga kananmu.
Gemetar rasanya kala sorot matamu menatapku.
Bukan karena bola matamu yang memang selalu membuatku terpesona.
Tapi sepasang mata yang memandangku itu penuh akan ragu.
Seperti melipat ratusan tumpukan sesak,
namun tiada rindu.
Sesekali bibirmu bergetar sebelum terkatup kembali.
Seolah mengurungkan kembali rangkaian kata,
yang hendak kau lontarkan.
Diam ini sungguh menyayat.
Seperti aku sedang dihakimi padahal tak salah.
Hingga tiba dua minuman favorit kita,
secara bersamaan dari atas nampan pelayan.
Kau dengan segelas cappucino toping.
Aku dengan secangkir kopi hitam.
Untuk kali pertama,
kau lepaskan seutas senyum.
Sebelum tenggelam bersama toping,
yang sengaja kau aduk kala itu.
Samar-samar kau berkata lirih.
Bahwa seseorang yang bersamamu,
dua malam sebelumnya.
Adalah alasan bahagiamu,
dan waktu yang kau sempatkan untuk menemuiku,
di malam itu.
Ah, kau memang begitu,
untuk jujur saja masih butuh ditemani segelas cappucino toping-mu.
Padahal aku,
walaupun sudah meneguh habis secangkir kopi hitam-ku,
tidak akan rela membiarkan tubuhmu berdiri,
dan kakimu melangkah pergi.
Apalagi melepasmu bersama orang lain.
Paiton, 26-12-2016.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
Komentar
Posting Komentar