DAPET ILMU BARU


Hmmm . . . Nawa mau bagi2 cerita niiih. Sebenernya bukan cerita siiih, semacem ilmu baru laah. Ilmu baru ini Nawa dapet pas pembinaan rutin yang Nawa ikutin di Nawesea tadi. Oooh yaa, pasti lom pada tau Nawesea ntu apa’an kan??? Monggo Nawa kenalin. Nawesea itu Pondok Pesantren yang ada di Jl. Wonosari DIY pastinya. Nawesea ntu kepanjangan dari “North America West Europe South East Asia”, bagus gag???
Klo kata Nawa bagus laah, pemberian nama itu tentunya ada filosofi dunk. Nawasea salah satu pondok yang Nawa kagumin saat  ini. Katanya sih, pemberian nama Nawesea ini diharapkan nanti santri-santrinya mau bersaing dengan para pelajar-pelajar luar negeri sesuai dengan nama Nawesea itu sendiri, namun tentunya mempunyai nilai lebih yaitu sebagai seorang santri yang tetap menjaga nilai-nilai ke-Pesantrenan-an yaitu ke-Islam-an tentunya.
Nah, ternyata itu bukan hanya angin yang berhembus lalu hilang menyebar entah kemana. Namun, itu sudah terbukti dari beberapa anak didik atau lulusan yaitu para santri Nawesea yang sukses bisa kuliah di tempat-tempat sesuai dengan nama Nawesea itu. Contohnya niiih, ada yang lulusan Amerika, Eropa juga ada yaitu di Belanda, begitu pula juga di Asia juga ada. Hebat bukan??? Sesuai bgt sama nama Nawasea.

Hebatnya juga, para alumnus yang telah sukses tersebut masih tetap dan terpancar nilai-nilai ke-Pesantren-annya yaitu sebagai Santri. Itu bener lhoo…. Nawa sendiri bertemu kok sama alumnus2 ituu dan terlihat juga dari aura wajahnya yang masih memancarkan sinar ke-Santri-an. Nawa kagum bgt deeeh sama mereka-mereka ntu. Nawa juga pengen tentunya seperti mereka. Dimana Nawa juga merupakan alumnus Pondok…. Yaa artinya Nawa juga seorang santri.
Moga2 Nawa bisa seperti mereka klo bisa lebih siih…hahay. Oia, jadi banyak cerita nie…hehe. Ampek lupa klo mau bagi2 ilmu yang Nawa dapet hari ini. Sebenernya di setiap pembinaan setiap minggunya dapet ilmu baru siih, namun ilmu yang tadi cukup berkesan buat Nawa. Apa ituuu???? Hehe. Yuuupz… ilmu itu tentang “Islam dan Pertanahan”. Menarik bgt deeh ilmu yang satu ini. Ternyata Agama (Islam) berjalan sinergis dan saling melengkapi dengan Negara (Indonesia) dalam mengatur tata cara Pertanahan, entah itu tentang Kepemilikan tanah (individual, umum, atau bahkan milik Negara), Pengadaan tanah, dkk-nya.
Kenapa Nawa bilang sinergis dan saling melengkapi???? Tentu ada alasannya donk para readers sekalian. Saling melengkapi tentunya readers sekalian udaa tau donk bahwa di dunia ini tak ada yang sempurna namun kita upayakan untuk menjadii sesempurna mungkiin karena ke-sempurna-an itu hanya milik satu….yaitu milik Tuhan (Allah), Sang Khaliq.
Nah sebagaimana Nawa bilang di atas tadi, bahwa antara agama (Islam) maupun Negara sinergis dalam mengatur  tentang “Pertanahan”. Dalam Islam, dibolehkan seseorang itu memiliki berapapun luas tanah bagi seseorang asal sesuai dengan peraturan yang berlaku di Negara tempat seseorang tersebut tinggal. Nah, karena Indonesia ini adalah Negara yang terdiri dari berbagai macam Agama yaitu dari Islam, Kristen, Katolik, Hindhu, Budha, dan satu lagi yang baru yaitu Kongucu, so gag mungkin dong kita hanya memakai atau menerapkan hokum Islam semata. Oleh karena itu, Negara memalui hokum positif memberikan batasan kepada seseorang dalam memiliki luas tanah di suatu daerah dengan besar 2 hektar (sesuai UUPA) dan juga tentang pengadaan tanah yang di atur dalam Perpres no 65 tahun 2006.
Nah dalam Islam tadi kan harus ssesuai dengan peraturan Negara, maka dari itulah antara Negara dan agama (Islam) saling melengkapi dan berjalan sinergis dalam hal ini. Dalam Islam juga dijelaskan bahwa sahnya kepemilikan tanah seseorang itu apabila sesuai dengan Undang-Undang dan tentunya juga tak bertentangan dengan Hukum Islam. Nah, inilah readers yang disebut indahnya hidup bila kita “beragama”. Setiap agama pastinya punya aturan tersendiri yang tentunya juga sesuai dengan hokum yang ada di Negara.
Nah, kalau soal tanah yang tidak ada pemiliknya apabila kita ingin memiliki tanah tersebut, para Fuqoha’ dalam Islam berbeda pendapat :
1.      Menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki = harus ijin dulu kepada Negara.
2.      Menurut Imam Syafi’I dan Imam Hambali = tidak harus ijin pada Negara.
Kalau Nawa sendiri siiiih, semua pendapat pasti mempunyai dasar atau dalil tersendiri. Sehingga kita mau kut pendapat yang mana aja terserah asal kita juga tau dasarnya dan paham juga tentunya akan dasar atau dalilnya. Begitu kalau Nawa sendiri menanggapi perbedaan para Fuqoha’ di atas. Semua pasti punya dasar tersendiri sesuai dengan ajaran Islam baik antara pendapat 1 (Imam Hanafi dan Imam Maliki) dan pendapat 2 (Imam Syafi’I dan Imam Hambali). Karena itu readers sekalian, kita tidaklah perlu memperdebatkannya, karena “Perbedaan itu adalah Rahmat”. Semua pasti ada dasarnya.
Hmmm…..
Mungkin itu aja yang dapat Nawa bagi pada readers sekalian. Moga2 aja ada manfaatnya. Kalau pun ada salah, saran, ataupun  kritik, mohon di comment yaa untuk bisa membuat lebih baik.
Thanks all. ^_^.

Komentar