ANOMALI RINDU (II)
Ketahuilah sejak hari itu,
sejatinya aku telah mengerti,
bahwa kisah kita layak ditulis,
meski tak seindah sajak-sajak pujangga.
Akan aku mulai di sini,
dari balik jendela,
aku pinjam pagimu,
yang telah beroma April.
Aku duduk di atas kursi rindu.
Seraya merapal nama kita,
berulang-ulang nyaris tanpa jeda,
pada susunan bait-bait puisi,
bersama pena dan bingkai ingatan,
serta bias hangat sang mentari.
Hingga nanti,
ketika angin berseru bijak,
maka datanglah kemari,
luangkan waktumu untuk membaca ini,
karena hanya di dalamnyalah,
tempat jiwaku jiwamu bercumbu.
Dan kau pun akan paham,
pada arti suatu pura-pura,
terlebih perihal cinta,
yang dapat seperih duri,
di setangkai mawar yang harum,
nan indah rupawan.
Untuk kemudian akan aku pinjamkan,
pagiku padamu,
dari bibir perempuan kedua,
yang akan lahirkan cemasmu,
akanku, tentang hari-hari itu.
Paiton, 6-4-2017.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
sejatinya aku telah mengerti,
bahwa kisah kita layak ditulis,
meski tak seindah sajak-sajak pujangga.
Akan aku mulai di sini,
dari balik jendela,
aku pinjam pagimu,
yang telah beroma April.
Aku duduk di atas kursi rindu.
Seraya merapal nama kita,
berulang-ulang nyaris tanpa jeda,
pada susunan bait-bait puisi,
bersama pena dan bingkai ingatan,
serta bias hangat sang mentari.
Hingga nanti,
ketika angin berseru bijak,
maka datanglah kemari,
luangkan waktumu untuk membaca ini,
karena hanya di dalamnyalah,
tempat jiwaku jiwamu bercumbu.
Dan kau pun akan paham,
pada arti suatu pura-pura,
terlebih perihal cinta,
yang dapat seperih duri,
di setangkai mawar yang harum,
nan indah rupawan.
Untuk kemudian akan aku pinjamkan,
pagiku padamu,
dari bibir perempuan kedua,
yang akan lahirkan cemasmu,
akanku, tentang hari-hari itu.
Paiton, 6-4-2017.
-Nawafil Fil-
#sehariSATU
Komentar
Posting Komentar