SANTRI???


Nah, Nawa mau berbagi pengetahuan nih buat yang satu ini. “Santri”, itulah sebutan khusus yang dilayangkan kepada setiap orang yang pernah atau sedang menimba ilmu di sebuah pondok pesantren. Dulunya sih, Nawa sendiri nggak pernah ngebayangin bakal menjadi seorang santri. Coz dulunya, Nawa nganggep santri di pesantren itu orang kolod, udik, dan ketinggalan jaman. Itu sebabnya Nawa nggak pernah nyangka bakalan masuk ke sebuah pesantren dan sekaligus berpredikat “SANTRI”. Padahal, semua keluarga Nawa adalah notebane seorang “Santri” semua. Mulai dari leluhur Nawa atau bisa disebut Nenek-Kakek Buyut sampai kepada Abi dan Umi Nawa sendiri. Namun, mereka nggak pernah maksa Nawa buat mondok dan lagi-lagi ini adalah salah satu sebab Nawa nggak pernah mikir untuk mondok dan menjadi “Santri” seperti beliau.
Pernah sih Abi-Umi nanyain sama Nawa buat mondok. Tapi berhubung waktu itu Nawa masih SMP dan pikiran masih anak-anak banget, so Nawa asal jawab aja, “Iya Umi pengen (sambil nyengir). Abi-Umi juga hanya membalasnya dengan senyuman. Nah, sejak saat itu Nawa tau kalau senyuman orang tua itu menenangkan hati dan sejak saat itu juga Abi-Umi nggak pernah nanya lagi. Mungkin, mereka ingin Nawa sendiri yang minta tanpa harus mereka yang maksain.
Nah, puncaknya terjadi pas Nawa tes masuk ke tingkat SMA. Dikala itu Nawa gagal lolos tes ke salah satu SMA Favorit di kota Nawa yang memang menjadi idaman para siswa baik dari kota Nawa sendiri maupun luar kota. Nawa memang sedikit kecewa nggak bisa sekolah di sekolah yang memang menjadi idaman sejak lama. Singkat cerita, sebenernya waktu itu Abi-Umi sedikit bercanda sih nanyain “gimana kalau Nawa itu mondok saja” dan entah kenapa gurauan itu Nawa respon dengan bener-bener mantap menjawab “Iya sudah Bi, kapan berangkat?”. Wow….entah nggak tau kenapa tiba-tiba keluar kata seperti itu. Hehehehe. Selang 3 hari dari candaan itu akhirnya Nawa mendaftar di salah satu pondok pesantren di luar kota tempat tinggal Nawa.
Awal-awal berada di pondok jelas lah kawan, ada rasa nggak betah dan ingin banget pulang ke rumah. Namun, lambat laun Nawa tau ternyata pondok pesantren itu tak “sekolod” seperti yang Nawa bayangin. Madrasah yang menjadi tempat Nawa bersekolah pun ternyata menjadi salah satu “Rintisan Madrasah Bertaraf Internasional”. So, disana sehari-hari memakai dua bahasa yaitu “Bahasa Arab” untuk program Keagamaan dan Bahasa sedangkan program IPA dan IPS memakai “Bahasa Inggris” sebagai komunikasi harian di Madrasah. Lagi-lagi Nawa dibikin kaget bukan kepalang. Tentunya sebagai sekolah yang berlabel madrasah dan berada di bawah naungan pondok pesantren, selain memperdalam ilmu exacta Nawa juga diajarkan berbagai ilmu agama seperti fiqih, aqidah islam, bahasa arab, dan ilmu agama lainnya. Sedangkan di pondok sendiri Nawa bener-bener di gembleng untuk memperdalam ilmu agama mulai dari mengkaji kitab-kitab klasik karya para tokoh-tokoh islam dahulu yang mengajarkan bagaimana itu Islam dan ketentuan di dalamnya sampai disana juga ada yang namanya sekolah diniyah pada malam harinya. Sekolah diniyah ini adalah sekolah khusus tentang keagamaan dimana disitu juga mengkaji kitab.
Awal pertama mengkaji kitab Nawa nggak begitu paham siih, terumtama cara membaca kitab gundul (tak berharokat). Namun lama-lama Nawa mulai terbisa dan sedikit demi sedikit mulai bisa membacanya juga. Meskipun semua kitab yang dikaji nggak semua merupakan kitab gundul, ada juga kitab yang memakai harokat, namun membaca kitab gundul serasa menjadi tantangan tersendiri yang harus ditaklukkan !!!! hehehehehe. Sejak mulai terbiasa dengan kehidupan sebagai santri inilah Nawa merubah pola pikir. Sekarang Nawa tau ternyata “Santri” itu tak sekolod dan ketinggalan jaman seperti bayangan Nawa sebelumnya.
Pengasuh pondok (kyai) Nawa juga menuturkan dalam dawuhnya bahwa predikat “Santri” itu “Selamanya”, sekali menjadi santri selamanya adalah santri. Tak ada istilah “mantan Santri”. Hanya saja bagi santri yang sudah lulus dan berhenti belajar di pondok yang seringkali disebut “Alumni” sebenarnya adalah “Santri Pasif” yaitu santri yang tak lagi mengikuti kegiatan rutin di dalam pondok. Sedangkan bagi yang masih mengikuti kegiatan rutin di pondok disebut “Santri Aktif”. Nah, Santri Pasif inilah yang diharapkan bisa mengamalkan ilmu yang didapatnya selama di pondok ketika sekarang sudah kembali terjun ke kehidupan masyarakat.
Itulah yang seharusnya. Tak ada istilah mantan atau bekas santri. Sekali kita berlabel “Santri”, maka sampai akhir hayat pun kita tetap “Santri” dan seorang “Santri” yang sebenarnya pasti akan mampu mengamalkan ilmu-nya walau hanya setetes embun dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tidak akan melupakan akan Pondok tempat dia belajar, tempat yang telah membentuk jati dirinya….Teruslah, jangan pernah berbenti mencari ilmu wahai kawan-kawan semua…. hehehehehhe.
Nah, berarti Nawa sekarang adalah “Santri Pasif” dong..hehehe. Karena Nawa uda nggak di pondok lagi. Nawa uda terjun ke masyarakat, kehidupan yang sebenarnya. Mudah-mudahan Nawa bisa mengamalkan ilmu yang Nawa dapat dulu dari Pesantren dan tentunya Nawa tak akan berhenti untuk menuntut ilmu. Dimana pun tempatnya, menuntut ilmu itu tak akan menjadi masalah asal yang kita tuntut itu ilmu yang baik, yang berguna. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “tholabul ‘ilmi walau bissin” – “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China”. Hehehehehe.
Pondok Pesantren sendiri, dikala ini sudah banyak yang modern. Dalam artian sudah tak se-kolod dulu. Dimana disana sudah ada sekolah formal-formal yang di buka. Dan dengan itu, maka Pondok Pesantren sudah mampu menjawab tantangan zaman yang serba canggih ini, namun tidak melepas nilai-nilai keagamaan dan ke-santri-an di dalamnya, ilmu agama tetap menjadi prioritas utama. Di pondok Nawa sendiri, sudah ada 6 sekolah formal yang berada di bawah naungan pondok pesantren yang memang sudah dibuka sejak tahun 80-an kalau nggak salah. Disana sudah ada TK, MI, MTs, SMP, MA, SMA, dan 3 institut perguruan tinggi yang rencananya akan di satukan menjadi 1 universitas. Keren nggak? Dan MA-nya, tempat Nawa dulu bersekolah sudah menjadi salah satu Madrasah Rintisan Internasional lhooo (seperti yang Nawa ceritakan di atas) :-D. Satu lagi yang menarik, di SMA juga ada jurusan Bahasa Mandarin lhoooo….hehehehehe. Dan juga sudah banyak lulusannya yang bisa mendapat beasiswa di China sana. :D.
Makanya kawan-kawan semua, bagi yang pengen masuk pondok pesantren dan masih ragu, Nawa sarankan masuk aja deh…hehehe. Nggak bakalan nyesel kok. !!! Nawa sendiri sekarang sudah berubah 180o pikirannya….hehehehe. Banyak ilmu yang bisa kita pelajari disana. dan jangan salah kawan-kawan, dengan label santri inilah, sekarang Nawa bisa kuliah di UGM. Yaa, dengan predikat “Santri”, Nawa bisa mendapatkan beasiswa dari Kemenag RI yang memang ditujukan khusus bagi “Santri”, tentunya dulu ada test-nya dulu dong….hehehehe. Dan di akhir cerita, jadi deh Nawa yang seperti sekarang. Nawa yang bisa kuliah, padahal dulu Nawa nggak punya pikiran bisa kuliah di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia itu. Namun, berkat beasiswa dari Kemenag RI ini, juga jasa dari pesantren yang member kesempatan Nawa buat ikut test-nya dulu, dan tentunya juga rahmat dari Sang Maha Pencipta, Nawa bisa kuliah deh sekarang… hehehehehe. Swear, dulu Nawa nggak pernah ngebayangin bisa kuliah di UGM !!!
Hmmm,,, mungkin itu aja deh buat yang satu ini.
See you later, we will get better :D
Arigatou buat yang uda baca :D


  

Komentar

Postingan Populer