SOK BIKIN WEJANGAN

Kesulitan, halangan ataupun tantangan memang akan selalu ada dalam kehidupan ini. Banyak dari sebagian kita terkalahkan oleh mereka –kesulitan, halangan, tantangan- hingga melakukan sesuatu yang tak masuk akal, sesuatu yang benar-benar bodoh. Lebih bodoh dari “binatang”. Apa itu? What is it? Nopo kuwi? Ma huwa? Hal bodoh itu, benar-benar bodoh, adalah “bunuh diri”. Berjuta-juta orang di belahan dunia ini, di tempat yang bahkan belum kita pernah kunjungi atau hanya kita kenal nama saja bahkan lebih parah kita tak tahu namanya, melakukan hal ini –bunuh diri.
Berbagai problem yang muncul memang bermacam-macam. Apalagi di tengah era persaingan seperti dewasa ini. Mulai dari persaingan pekerjaan sampai pada persaingan belajar. Banyak ribuan pelajar yang bunuh diri hanya karena tak mampu bersaing di tempat dia belajar atau menjadi yang “terbodoh disana” –nilai terburuk. Padahal ukuran  bodoh atau tidaknya seorang pelajar, lebih mulianya Nawa panggil “penuntut ilmu” tak hanya di ukur dari nilai yang di dapat. Nilai itu hanya mengukur kita dalam hal akademis, hal yang masih bisa tela’ah dengan otak kita. Otak yang luar biasanya dari Sang Maha Pencipta.
Kebodohan seseorang yang sebenarnya ialah di ukur dari “perilaku”. Perilaku bagaimana dia me-manage dirinya sendiri untuk kemudian dia kembangkan, sesuaikan atau bila perlu dilakukan sebuah perubahan ketika berinteraksi dengan sesama. Itulah tolak ukur bodoh atau tidaknya seseorang. Tolak ukur yang berasal dari hati, tolak ukur yang tak akan bisa ukur begitu saja. Sudah banyak bukti bahwa hati selalu menang bila harus beradu kemampuan dengan otak. Hati bahkan adalah ciptaan yang lebih luar biasa dari otak.


Pepatah pun bertuah, “Sedalam-dalamnya lautan, pasti masih bisa kita ukur. Tapi dalamnya hati tak akan pernah bisa kita ukur”. Petuah ini bukan petuah sembarangan yang keluar begitu saja dari mulut ke mulut sampai sekarang. Meskipun penerapan petuah ini lebih sering digunakan untuk penggombalan di kalangan kita, para remaja. Nawa setuju sekali sama petuah ini. Kalau Nawa boleh menerawang, sedalam apapun lautan, selama ini pasti aka nada alat yang bisa diciptakan untuk mengukur kedalamannya. Banyak ilmuwan-ilmuwan hebat yang terlahir untuk menciptakannya di era yang sudah super canggih ini. Tapi tak pernah ada ilmuwan hebat yang bisa membuat alat pengukur kedalaman hati. Apakah karena mereka bodoh? Apa karena meraka tak mampu membuatnya? Kekurangan dana atau bahan? Bukan wahai kawan-kawan sekalian. Tapi karena mereka mampu berpikir dengan jernih bahwa dalamnya hati tak akan bisa diukur oleh apapun atau siapapun. Satu-satunya yang mengetahui dalamnya hati, mengetahui bagaimana hakikat hati itu sendiri adalah Sang Maha Pencipta, Sang Penguasa Alam ini. Hanya Dialah yang bisa melakukannya, ya, hanya Dia.
Kembali pada tajuk di atas, sebenarnya mereka –kesulitan, halangan, tantangan- yang datang dari masalah kita bisa kita atas. Karena mereka semua masih bisa terka, entah dengan otak atau hati atau bahkan dengan cara mengkombinasikan keduanya. Bunuh diri bukanlah solusinya. Bunuh diri itu hal hal yang benar-benar bodoh. Bunuh diri hanya akan memperparah suasana saja, buktinya:
1.      Dengan bunuh diri, apakah masalah kita selesai? TIDAK!
2.      Membuat keluarga, saudara atau teman-teman kita sedih dan kehilangan. Seburuk-buruk atau jeleknya manusia, pasti akan ada orang-orang yang bersedih dikala dia pergi.
3.      Merepotkan mereka tentunya. Karena kita tak mati sewajarnya. Dan kebanyakan, peristiwa bunuh diri selalu mengundang yang namanya “Polisi”. Entah itu untuk penyelidikan bahwa dia benar-benar bunuh diri atau dibunuh. Dan tentunya, orang-orang di atas –keluarga, saudara, teman- yang mungkin tak pernah berurusan dengan polisi atau bahkan malah menghindarinya, kecuali untuk membuat SIM, Kartu Kuning yang biasanya merupakan persyaratan kerja di berbagai perusahan (Indonesia) dan lainnya, terpaksa harus melakukannya. Mau tidak mau.
4.      Masih banyak lagi masalah-masalah lain yang akan muncul di kemudian hari setelah peristiwa terjadi. Paling simple-nya adalah menjadi bahan pembicaraan orang. Dan kebanyakan kalau pelaku bunuh diri itu yang dibicarakan adalah “kejelekannya” –Naudzubillah, Astaghfirullah-.
5.      Nawa udah gak sanggup buat nyebutin….hehehehehehe.

Maka dari itu kawan-kawan semua, janganlah kalian pernah menyerah pada masalah. Kalau masalah gak muncul, hidup ini tak ada bedanya sama “Sayur tanpa Garam”….hehehehe. Nawa yakin, kalau kita mampu menghadapi masalah yang datang, dengan segala kesulitan, halangan, dan tantangannya, kita pasti akan mendapatkan hikmak yang nantinya akan membawa diri kita ini menjadi pribadi yang lebih baik, kuat, dan tahan lama (kaya’ iklan baterai saja)….. wkwkwkwkw.
Dua pesan terakhir dari Nawa: Pertama, “Orang Jujur sudah pasti Baik, tapi Orang Baik belum tentu Jujur. Sedemikian sehingga, menjadi Orang Jujur lebih sulit daripada menjadi Orang Baik”. Tapi jangan pernah menyerah untuk menjadi Orang Jujur. Kedua, “Kesempurnaan sudah pasti diiringi dengan Kesuksesan, tapi Kesuksesan belum tentu diiringi Kesempurnaan. Sedemikian sehingga, jangan pernah berhenti mengejar Kesempurnaan. Kesempurnaan dalam berproses bukan hasil. Karena proses sempurna akan menghasilkan hasil yang sempurna. Tapi hasil sempurna belum tentu datang dari proses yang sempurna”. Maka dari itu, kejar kesempurnaan proses, bukan kerjar kesempurnaan hasil.
Sekian yah, buat yang satu ini.
Arigatou buat kawan-kawan yang sudah mau membaca :D
See you later, we will get better :D

Komentar

Postingan Populer